Sesungguhny kemiskinan
mendekatkan diri kepada kekufuran. Begitu sabda Rasul mulia yang mengingatkan
kita untuk berhati-hati dengan kemiskinan.
Inilah penyakit berbahaya yang rentan meruntuhkan keimanan. Lihatlah dalam kehidupan kita
hari ini, banyak kita dapati orang-orang yang
tergadaikan keimanannya karena kemiskinan yang menghimpitnya. Sering kita dengarkan orang-orang yang menjual keimanannya
karena ketiadaan uang untuk memenuhi
rasa laparnya. Bahkan beberapa tahun yang
lalu nurani kita menggigil saat mendengar dan melihat belasan orang meninggal hanya karena ketidaktertiban mengantri kupon zakat dari
seorang kaya yang dermawan.
Inilah
realita di masyarakat kita. Virus kemiskinan telah menyebar hampir di semua
wilayah negeri ini. Dinegeri yang dilimpahi titisan kenikmatan surga ini justru penduduknya banyak yang hidup dalam garis
kemiskinan. Ini bukan semata karena takdir. Karena sejatinya takdir itu adalah
akhir dari rangkaian-rangkain kehidupan yang telah kita pilih. Ini mengenai
pengelolaan kekayaan negara yang tak sama rata. Ini tentang kesalahan dalam
pengurusan negara. Ini juga tentang masyarakat yang tak mau berbubah menjadi
kaya.
Menurutku
menjadi kaya adalah sebuah pilihan. Begitu juga menjadi miskin. Karena
dua-duanya memang memberikan kesempatan yang sama buat kita memilihnya. Tak
mungkin Tuhan mentakdirkan kita menjadi orang miskin. Tuhan hanya menyiapkan
rangkaian-rangkaian takdir dimana dalam rangkaian itu berakhir pada pilihan kaya
dan miskin. Saat kita telah berhasil menjadi orang kaya, maka ada
rangkaian-rangkaian takdir yang telah kita
selesaikan untuk meraihnya. Begitu juga sebaliknya saat akhir kita menjadi
miskin pada awalny kita juga telah menyelesaikan rangkaian-rangkaian takdir
yang membawa kita kepada jurang kemiskinan.
Pada intinnya hidup adalah pilihan dalam
menyelesaikan rangkaian-rangkaian takdir. Tuhan telah
merencanakan dan kitalah yang menentukan. Kebalikan emang dengan rumusan yang
tak pernah berubah dari dahulu, kita
hanya bisa menentukan tapi Tuhanlalah yang menentukan. Tapi sesungguhnya Tuhan
telah memberikan kepada kita pilihan dari rencana-rencana takdir buat kita untuk
menjadi kaya atau miskin dan kitalah yang pada akhirnya memutuskan.
Tulisan
ini bukan hanya membahas tentang kaya atau miskin. Tapi lebih menitikberatkan
pada upaya untuk menaklukkan rangkaian-rangkaian takdir yang membawa kita pada
istana kebahagiaan. Akhir takdir kita adalah bahagia dan menderita. Itu
adalah dua pilihan yang pasti. Tak ada ilmuwan
sehebat apapun yang bisa membantahnya. Karena memang kita dihadirkan untuk
memilih satu diantara dua pilihan. Bahkan
kita jugalah yang menentukan kemana tempat kita di akhirat nanti, surga atau
neraka? Intinya kita bebas memilih jadi orang yang berbahagia dan sebaliknya kita juga sangat bebas memilih menjadi orang yang
menderita. Semuanya tergantung pada kita yang memang diberikan kebebasan oleh
Tuhan memilih diantara dua pilihan.
Apapun
pilihan anda kedepan, pastikan jangan pilih takdir kemiskinan hingga di akhirat.
Kita sudah tahu bahwa untuk memilih jadi penghuni surga kita harus jalankan
syariat-syariat yang Allah tetapkan. Kita juga harus menjauhi semua yang
dilarangnya. Sekarang coba sejenak kita berhenti dari
aktivitas yang kita lakukan. Lalu mari kita menarikan pikiran kita pada
kehidupan para kuli panggul di pelabuhan, para porter kereta api atau bandara,
para tukang batu, pada para pengemis dijalanan. Atau pada siapapun yang kehidupannya yang terjerat tali
kemiskinan.
Coba ingat bagaimana
mereka menggeluti profesinya itu. Adakah kita dapati kebanyakan mereka
menyempatkan diri untuk menunaikan ibadah sholat saat adzan memanggil? Adakah kita ihat mereka
menyempatkan waktunya untuk memperdalam pengetahuan agamanya? Adakah mereka
jalankan pekerjaannya dengan tetap menomorsatukan perintah Allah. Meskipun
dalam banyak hal mereka jauh lebih baik dari para koruptor uang negara yang telah
memiskinkan kita. Namun tak jarang kita dapati pemandangan mengiris hati
aktivitas kecurangan mereka lakukan untuk sekedar menyambung hidup.
Bukan
bermaksud mengeneralisasi kehidupan. Hati ini bagai tersayat pisau yang
dibaluri racun mematikan saat melihat pekerja pembangun masjid yang tetap
melanjutkan pekerjaannya saat adzann berkumandang justru dirumah Allah mereka
mengkhianati penciptanya. Jadilah mereka tetap bekerja tanpa tersentuh atau
merasa iri dengan ibadah sholat berjamaah yang dilakukan para jemaah.
Ahh...pemandangan
mengiris hati ini selalu kudapati pada kebanyakan orang yang kehidupannya
memprihatinkan. Betapa ngerinya kita membayangkan orang-orang yang telah
menderita didunia ini harus merasakan pedihnya penderitaan lagi di akhirat.
Bagi kita seorang muslim urusan hidup bukan hanya di dunia ini saja. Tapi ada
kehidupan yang lebih abadi di akhirat nant. Kalau hari ini kita telah menderita
karena jeratan tali kemiskianan, bahagiakan kodisi itu dengan menjalani
kehidupan ini dengan benar. Boleh miskin di dunia tapi tidak boleh miskin untuk
kedua kalianya untuk kehidupan setalah di dunia ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar