-->

searchbox



Senin, 10 Desember 2012

Jangan Miskin Hingga Akhirat

Sesungguhny kemiskinan mendekatkan diri kepada kekufuran. Begitu sabda Rasul mulia yang mengingatkan kita untuk berhati-hati dengan kemiskinan.  Inilah penyakit berbahaya yang rentan meruntuhkan keimanan. Lihatlah dalam kehidupan kita hari ini, banyak kita dapati orang-orang yang tergadaikan keimanannya karena kemiskinan yang menghimpitnya. Sering kita dengarkan orang-orang yang menjual keimanannya karena  ketiadaan uang untuk memenuhi rasa laparnya. Bahkan beberapa tahun yang lalu nurani kita menggigil saat mendengar dan melihat belasan orang meninggal hanya karena ketidaktertiban mengantri kupon zakat dari seorang kaya yang dermawan.

        Inilah realita di masyarakat kita. Virus kemiskinan telah menyebar hampir di semua wilayah negeri ini. Dinegeri yang dilimpahi titisan kenikmatan surga ini justru penduduknya banyak yang hidup dalam garis kemiskinan. Ini bukan semata karena takdir. Karena sejatinya takdir itu adalah akhir dari rangkaian-rangkain kehidupan yang telah kita pilih. Ini mengenai pengelolaan kekayaan negara yang tak sama rata. Ini tentang kesalahan dalam pengurusan negara. Ini juga tentang masyarakat yang tak mau berbubah menjadi kaya.

        Menurutku menjadi kaya adalah sebuah pilihan. Begitu juga menjadi miskin. Karena dua-duanya memang memberikan kesempatan yang sama buat kita memilihnya. Tak mungkin Tuhan mentakdirkan kita menjadi orang miskin. Tuhan hanya menyiapkan rangkaian-rangkaian takdir dimana dalam rangkaian itu berakhir pada pilihan kaya dan miskin. Saat kita telah berhasil menjadi orang kaya, maka ada rangkaian-rangkaian takdir yang telah kita selesaikan untuk meraihnya. Begitu juga sebaliknya saat akhir kita menjadi miskin pada awalny kita juga telah menyelesaikan rangkaian-rangkaian takdir yang membawa kita kepada jurang kemiskinan.

 Pada intinnya hidup adalah pilihan dalam menyelesaikan  rangkaian-rangkaian takdir. Tuhan telah merencanakan dan kitalah yang menentukan. Kebalikan emang dengan rumusan yang tak pernah berubah dari dahulu, kita hanya bisa menentukan tapi Tuhanlalah yang menentukan. Tapi sesungguhnya Tuhan telah memberikan kepada kita pilihan dari rencana-rencana takdir buat kita untuk menjadi kaya atau miskin dan kitalah yang pada akhirnya memutuskan.

        Tulisan ini bukan hanya membahas tentang kaya atau miskin. Tapi lebih menitikberatkan pada upaya untuk menaklukkan rangkaian-rangkaian takdir yang membawa kita pada istana kebahagiaan.  Akhir takdir kita adalah bahagia dan menderita. Itu adalah dua pilihan yang pasti. Tak ada ilmuwan sehebat apapun yang bisa membantahnya. Karena memang kita dihadirkan untuk memilih satu diantara dua pilihan. Bahkan kita jugalah yang menentukan kemana tempat kita di akhirat nanti, surga atau neraka? Intinya kita bebas memilih jadi orang yang berbahagia dan sebaliknya kita juga sangat bebas memilih menjadi orang yang menderita. Semuanya tergantung pada kita yang memang diberikan kebebasan oleh Tuhan memilih diantara dua pilihan. 

        Apapun pilihan anda kedepan, pastikan jangan pilih takdir kemiskinan hingga di akhirat. Kita sudah tahu bahwa untuk memilih jadi penghuni surga kita harus jalankan syariat-syariat yang Allah tetapkan. Kita juga harus menjauhi semua yang dilarangnya. Sekarang coba sejenak kita berhenti dari aktivitas yang kita lakukan. Lalu mari kita menarikan pikiran kita pada kehidupan para kuli panggul di pelabuhan, para porter kereta api atau bandara, para tukang batu, pada para pengemis dijalanan. Atau pada siapapun yang kehidupannya yang terjerat tali kemiskinan.
 
Coba ingat bagaimana mereka menggeluti profesinya itu. Adakah kita dapati kebanyakan mereka menyempatkan diri untuk menunaikan ibadah sholat saat adzan memanggil? Adakah kita ihat mereka menyempatkan waktunya untuk memperdalam pengetahuan agamanya? Adakah mereka jalankan pekerjaannya dengan tetap menomorsatukan perintah Allah. Meskipun dalam banyak hal mereka jauh lebih baik dari para koruptor uang negara yang telah memiskinkan kita. Namun tak jarang kita dapati pemandangan mengiris hati aktivitas kecurangan mereka lakukan untuk sekedar menyambung hidup.
        Bukan bermaksud mengeneralisasi kehidupan. Hati ini bagai tersayat pisau yang dibaluri racun mematikan saat melihat pekerja pembangun masjid yang tetap melanjutkan pekerjaannya saat adzann berkumandang justru dirumah Allah mereka mengkhianati penciptanya. Jadilah mereka tetap bekerja tanpa tersentuh atau merasa iri dengan ibadah sholat berjamaah yang dilakukan para jemaah.
        Ahh...pemandangan mengiris hati ini selalu kudapati pada kebanyakan orang yang kehidupannya memprihatinkan. Betapa ngerinya kita membayangkan orang-orang yang telah menderita didunia ini harus merasakan pedihnya penderitaan lagi di akhirat. Bagi kita seorang muslim urusan hidup bukan hanya di dunia ini saja. Tapi ada kehidupan yang lebih abadi di akhirat nant. Kalau hari ini kita telah menderita karena jeratan tali kemiskianan, bahagiakan kodisi itu dengan menjalani kehidupan ini dengan benar. Boleh miskin di dunia tapi tidak boleh miskin untuk kedua kalianya untuk kehidupan setalah di dunia ini.

Tidak ada komentar: