![]() |
Gambar Ini Hanya Ilustrasi |
REPUBLIKA.CO.ID, Tak berapa lama setelah memeluk Islam, Abdullah bin
Mas’ud mendatangi Rasulullah dan memohon kepada beliau agar diterima
menjadi pelayan beliau. Rasulullah pun menyetujuinya.
Sejak hari itu, Abdullah bin Mas’ud tinggal di rumah Rasulullah. Dia
beralih pekerjaan dari penggembala domba menjadi pelayan utusan Allah
dan pemimpin umat. Abdullah bin Mas’ud senantiasa mendampingi
Rasulullah bagaikan layang-layang dan benangnya. Dia selalu menyertai
kemana pun beliau pergi.
Dia membangunkan Rasulullah untuk shalat bila beliau tertidur,
menyediakan air untuk mandi, mengambilkan terompah apabila beliau
hendak pergi dan membenahinya apabila beliau pulang. Dia membawakan
tongkat dan siwak Rasulullah, menutupkan pintu kamar apabila beliau
hendak tidur.
Bahkan Rasulullah mengizinkan Abdullah memasuki kamar beliau jika
perlu. Beliau memercayakan kepadanya hal-hal yang rahasia, tanpa
khawatir rahasia tersebut akan terbuka. Karenanya, Abdullah bin Mas’ud
dijuluki orang dengan sebutan “Shahibus Sirri Rasulullah” (pemegang
rahasia Rasulullah).
Abdullah bin Mas’ud dibesarkan dan dididik dengan sempurna dalam
rumah tangga Rasulullah. Karena itu tidak kalau dia menjadi seorang
yang terpelajar, berakhlak tinggi, sesuai dengan karakter dan
sifat-sifat yang dicontohkan Rasulullah kepadanya. Sampai-sampai orang
mengatakan, karakter dan akhlak Abdullah bin Mas’ud paling mirip dengan
akhlak Rasulullah.
Abdullah bin Mas’ud pernah berkata tentang pengetahuannya mengenai
Kitabullah (Al-Qur’an) sebagai berikut, “Demi Allah, yang tiada Tuhan
selain Dia. Tidak ada satu ayat pun dalam Al-Qur’an, melainkan aku tahu
di mana dan dalam situasi bagaimana diturunkan. Seandainya ada orang
yang lebih tahu daripada aku, niscaya aku datang belajar kepadanya.”
Abdullah bin Mas’ud tidak berlebihan dengan ucapannya itu. Kisah Umar
bin Al-Khathab berikut memperkuat ucapannya. Pada suatu malam,
Khalifah Umar sedang dalam perjalanan, ia bertemu dengan sebuah
kabilah. Malam sangat gelap bagai tertutup tenda, menutupi pandangan
setiap pengendara. Abdullah bin Mas’ud berada dalam kabilah tersebut.
Khalifah Umar memerintahkan seorang pengawal agar menanyai kabilah.
“Hai kabilah, dari mana kalian?” teriak pengawal.
“Min fajjil ‘amiq (dari lembah nan dalam),” jawab Abdullah.
“Hendak kemana kalian?”
“Ke Baitu Atiq (rumah tua, Ka’bah),” jawab Abdullah.
“Di antara mereka pasti ada orang alim,” kata Umar.
Kemudian diperintahkannya pula menanyakan, “Ayat Al-Qur’an manakah yang paling ampuh?”
Abdullah menjawab, “Allah, tiada Tuhan selain Dia, Yang Maha Hidup
kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya) tidak mengantuk dan
tidak pula tidur…” (QS Al-Baqarah: 255).
“Tanyakan pula kepada mereka, ayat Al-Qur’an manakah yang lebih kuat hukumnya?” kata Umar memerintah.
Abdullah menjawab, “Sesungguhnya Allah memerintah kamu berlaku adil
dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang
kamu dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS An-Nahl:
9).
“Tanyakan kepada mereka, ayat Al-Qur’an manakah yang mencakup semuanya!” perintah Umar.
Abdullah menjawab, “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan walaupun
seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barangsiapa
mengerjakan kejahatan walaupun sebesar dzarrah, niscaya dia akan melihat
balasannya pula.” (QS Al-Zalzalah: 8).
Demikian seterusnya, ketika Umar memerintahkan pengawal untuk
bertanya tentang Al-Qur’an, Abdullah bin Mas’ud langsung menjawabnya
dengan tegas dan tepat. Hingga pada akhirnya Khalifah Umar bertanya,
“Adakah dalam kabilah kalian Abdullah bin Mas’ud?”
Jawab mereka, “Ya, ada!”
Abdullah bin Mas’ud bukan hanya sekedar qari’ (ahli baca Al-Qur’an)
terbaik, atau seorang yang sangat alim atau zuhud, namun ia juga seorang
pemberani, kuat dan teliti. Bahkan dia seorang pejuang (mujahid)
terkemuka. Dia tercatat sebagai Muslim pertama yang mengumandangkan
Al-Qur’an dengan suara merdu dan lantang.
Pada suatu hari para sahabat Rasulullah berkumpul di Makkah. Mereka
berkata, “Demi Allah, kaum Quraisy belum pernah mendengar ayat-ayat
Al-Qur’an yang kita baca di hadapan mereka dengan suara keras. Siapa
kira-kira yang dapat membacakannya kepada mereka?”
“Aku sanggup membacakannya kepada mereka dengan suara keras,” kata Abdullah.
“Tidak, jangan kamu! Kami khawatir kalau kamu membacakannya.
Hendaknya seseorang yang punya keluarga yang dapat membela dan
melindunginya dari penganiayaan kaum Quraisy,” jawab mereka.
“Biarlah, aku saja. Allah pasti melindungiku,” kata Abdullah tak gentar.
Keesokan harinya, kira-kira waktu Dhuha, ketika kaum Quraisy sedang
duduk-duduk di sekitar Ka’Baha Ad-Daulah. Abdullah bin Mas’ud berdiri di
Maqam Ibrahim, lalu dengan suara lantang dan merdu dibacanya surah
Ar-Rahman ayat 1-4.
Bacaan Abdullah yang merdu dan lantang itu kedengaran oleh kaum
Quraisy di sekitar Ka’bah. Mereka terkesima saat mendengar dan
merenungkan ayat-ayat Allah yang dibaca Abdullah. Kemudian mereka
bertanya, “Apakah yang dibaca oleh Ibnu Ummi Abd (Abdullah bin
Mas’ud)?”
“Sialan, dia membaca ayat-ayat yang dibawa Muhammad!” kata mereka
begitu tersadar. Lalu mereka berdiri serentak dan memukuli Abdullah.
Namun Abdullah bin Mas’ud meneruskan bacaannya hingga akhir surah. Ia
lalu pulang menemui para sahabat dengan muka babak belur dan berdarah.
“Inilah yang kami khawatirkan terhadapmu,” kata mereka.
“Demi Allah, kata Abdullah, “Bahkan sekarang musuh-musuh Allah itu
semakin kecil di mataku. Jika kalian menghendaki, besok pagi aku akan
baca lagi di hadapan mereka.”
Abdullah bin Mas’ud hidup hingga masa Khalifah Utsman bin Affan
memerintah. Ketika ia hampir meninggal dunia, Khalifah Utsman datang
menjenguknya. “Sakit apakah yang kau rasakan, wahai Abdullah?” tanya
khalifah.
“Dosa-dosaku,” jawab Abdullah.
“Apa yang kau inginkan?”
“Rahmat Tuhanku.”
“Tidakkah kau ingin supaya kusuruh orang membawa gaji-gajimu yang
tidak pernah kau ambil selama beberapa tahun?” tanya Khalifah.
“Aku tidak membutuhkannya,” kata Abdullah.
“Bukankah kau mempunyai anak-anak yang harus hidup layak sepeninggalmu?” tanya Utsman.
“Aku tidak khawatir, jawab Abdullah, “Aku menyuruh mereka membaca
surah Al-Waqi’ah setiap malam. Karena aku mendengar Rasulullah
bersabda, “Barangsiapa yang membaca surah Al-Waqi’ah setiap malam, dia
tidak akan ditimpa kemiskinan selama-lamanya!”
Pada suatu malam yang hening, Abdullah bin Mas’ud pun berangkat menghadap Tuhannya dengan tenang.
sumber dari republika.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar