Beberapa
waktu yang lalu. Saat kita diduga melakukan kesalahan. Berduyun-duyun para
wartawan datang. Para kuli tinta dan pembawa kamera kompak menjadikannya headline. Beritanya begitu heboh.
Hampir setiap menit ada tayangan berita akan dugaan kesalahan itu. Seakan semua
kompak memberitakan dugaan kesalahan tersebut pada dunia.
Sisi positifnya kita seolah memiliki
begitu banyak channel televisi pribadi, jutaan eksamplar koran pribadi dan
berpuluh-puluh media online. Asyiknya kita semakin dikenal. Ideologi kita
semakin membuat penasaran banyak orang. Sepak terjang kita selama ini akan
dibaca mereka-mereka yang penasaran itu. Hingga akhirnya mereka tahu siapa kita
sebenarnya? Hingga satu persatu yang sebelumnya sangat memusuhi melunak hatinya
dan mendukug perjuangan kita. Walau banyak juga yang semakin keras memusuhi. Inilah
resiko perjuangan, yang penting kita berjuang sesuai tuntunan syariat Allah. Selanjutnya
serahkan semuanya pada Allah SWT Sang Maha Segalanya.
Kita adalah kumpulan jemaah manusia. Bukan jemaah
malaikat. Kita pernah salah dan dengan sadar sesegera mungkin memperbaiiki
kesalahan itu. Kita memang telah beramal tapi diantara amal itu termungkinkan
adanya ketidakikhlasan dan riak-riak
riya.
Dalam kamus perjuangan, kita tak pernah
memusingkan gunjingan-gunjingan menyakitkan hati. Kicauan-kicauan yang
memerahkan telinga. Karena kita sangat tahu tak ada gunanya melawan gunjingan
dengan gunjingan. Melawan cemoohan
dengan cemoohan. Biarlah waktu yang menunjukkan jawaban sesungguhnya.
Dakwah
kita memang selalu diuji. Tapi itu tak harus mematikan semangat. Tak ada
catatan sejarah yang menjelaskan tentang
kesuksesan tanpa ujian. Bahkan sang Rasul telah berdarah-darah
memperjuangkan risalah kebenaran agama ini. Bahkan Umar bin Khattab, Ustman Bin
Affan dan Ali bin Abi Thalib syahid ditangan musuh-musuhnya. Apakah kita yang
kualitas keimanannya selalu kepayahan menyamai mereka mendapatkan nikmat yang
sama seperti mereka? Nikmat diuji dan lulus dengan predikat memuaskan. Waktulah
yang membuktikan dan satu yang pasti semakin tinggi kualitas keimanan semakin
dahsyat ujian yang datang. Semakin menjulang perjuangan semakin meninggi pula
tantangan-tantangan yang menghadang.
Saudaraku,
jangan lemah, saat yang lain begitu bahagia dengan kesalahan kita. Kita
mestinya jauh lebih bahagia, karena ada begitu banyak orang yang peduli dengan
kesalahan tersebut. Hingga akhirnya kepedulian itu mendatangkan pembelajaran
bermakna buat kita bahwa kesalahan sekecil apapun jangan pernah disepelakan. Ada
warning untuk kita untuk tak kenal henti memperbaiki diri.
Ujian
yang datang sehebat apapun semuanya adalah sarana buat kita naik kelas. Naik
tingkat, naik pangkat, naik kedudukan. Pohon perjuangan yang telah kita tanam
selama ini telah tumbuh menjulang. Wajar terpaan anginpun serasa semakin kuat.
Agar pohon ini tidak tercabut, satu-satunya cara adalah dengan menguatkan akar
ketakwaannya. Kalau pun satu pohon harus tumbang karena uzur usia atau ketidakmampuan
akar menahan dahsyatnya terpaan angin, kita tetap bisa tersenyum manis karena
pohon-pohon perjuangan kita telah bertumbuhan dimana-mana. Kini sehebat apapun
angin ujian, selama kita selalu berakarkan keimanan dan ketakwaan tak akan pernah
mampu merusakkan jutaan pohon kebaikan yang telah kita tanam.
Ujian
ini mengingatkan kita hakikat pertumbuhan. Boleh jadi kesibukan kita mengagumi pertumbuhan
pohon kebaikan yang semakin meninggi membuat kita alpa dari menyiram kembali akar
ruhiyah kita. Wajar banyak buah yang berguguran. Daun yang kering kerontang. Akar
mengurus kekurangan hara.
Semoga hadirnya ujian ini mengingatkan
kita tentang pentingnya sikap disiplin untuk menyirami akar. Hingga pohon yang daunnya
menguning kini kembali menghijau. Menyejukkan hati siapapun yang memandangnya.
Sesejuk akhlak kesantunan yang selalu dihadirkan dalam harungi detik-detik
kehidupan kita selama ini.
Ujian ini
menyatukan kita. Mengembalikan semangat kita untuk selalu berada dijalan dakwah
ini. Banyak yang menangis ketika
menyaksikan taujih menyentuh dari qiyadah yang baru. Tangisan itu bukan
tangisan bawang merah. Itu tangisan kesungguhan, karena bagi kita satu diuji, yang
lainnya juga merasakan sakitnya ujian itu. Hadirnya ujian ini merekatkan
ukhuwah kita. Menyemangati kembali langkah-langkah kita untuk membumikan dakwah
ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar