-->

searchbox



Jumat, 15 Maret 2013

Seni Memaknai Ujian Dakwah


 Beberapa waktu yang lalu. Saat kita diduga melakukan kesalahan. Berduyun-duyun para wartawan datang. Para kuli tinta dan pembawa kamera kompak menjadikannya headline. Beritanya begitu heboh. Hampir setiap menit ada tayangan berita akan dugaan kesalahan itu. Seakan semua kompak memberitakan dugaan kesalahan tersebut  pada dunia.

Sisi positifnya kita seolah memiliki begitu banyak channel televisi pribadi, jutaan eksamplar koran pribadi dan berpuluh-puluh media online. Asyiknya kita semakin dikenal. Ideologi kita semakin membuat penasaran banyak orang. Sepak terjang kita selama ini akan dibaca mereka-mereka yang penasaran itu. Hingga akhirnya mereka tahu siapa kita sebenarnya? Hingga satu persatu yang sebelumnya sangat memusuhi melunak hatinya dan mendukug perjuangan kita. Walau banyak juga yang semakin keras memusuhi. Inilah resiko perjuangan, yang penting kita berjuang sesuai tuntunan syariat Allah. Selanjutnya serahkan semuanya pada Allah SWT Sang Maha Segalanya.

            Kita  adalah kumpulan jemaah manusia. Bukan jemaah malaikat. Kita pernah salah dan dengan sadar sesegera mungkin memperbaiiki kesalahan itu. Kita memang telah beramal tapi diantara amal itu termungkinkan adanya  ketidakikhlasan dan riak-riak riya.

Dalam kamus perjuangan, kita tak pernah memusingkan gunjingan-gunjingan menyakitkan hati. Kicauan-kicauan yang memerahkan telinga. Karena kita sangat tahu tak ada gunanya melawan gunjingan dengan  gunjingan. Melawan cemoohan dengan cemoohan. Biarlah waktu yang menunjukkan jawaban sesungguhnya.

            Dakwah kita memang selalu diuji. Tapi itu tak harus mematikan semangat. Tak ada catatan sejarah yang menjelaskan tentang  kesuksesan tanpa ujian. Bahkan sang Rasul telah berdarah-darah memperjuangkan risalah kebenaran agama ini. Bahkan Umar bin Khattab, Ustman Bin Affan dan Ali bin Abi Thalib syahid ditangan musuh-musuhnya. Apakah kita yang kualitas keimanannya selalu kepayahan menyamai mereka mendapatkan nikmat yang sama seperti mereka? Nikmat diuji dan lulus dengan predikat memuaskan. Waktulah yang membuktikan dan satu yang pasti semakin tinggi kualitas keimanan semakin dahsyat ujian yang datang. Semakin menjulang perjuangan semakin meninggi pula tantangan-tantangan yang menghadang.
            Saudaraku, jangan lemah, saat yang lain begitu bahagia dengan kesalahan kita. Kita mestinya jauh lebih bahagia, karena ada begitu banyak orang yang peduli dengan kesalahan tersebut. Hingga akhirnya kepedulian itu mendatangkan pembelajaran bermakna buat kita bahwa kesalahan sekecil apapun jangan pernah disepelakan. Ada warning untuk kita untuk tak kenal henti memperbaiki diri.

            Ujian yang datang sehebat apapun semuanya adalah sarana buat kita naik kelas. Naik tingkat, naik pangkat, naik kedudukan. Pohon perjuangan yang telah kita tanam selama ini telah tumbuh menjulang. Wajar terpaan anginpun serasa semakin kuat. Agar pohon ini tidak tercabut, satu-satunya cara adalah dengan menguatkan akar ketakwaannya. Kalau pun satu pohon harus tumbang karena uzur usia atau ketidakmampuan akar menahan dahsyatnya terpaan angin, kita tetap bisa tersenyum manis karena pohon-pohon perjuangan kita telah bertumbuhan dimana-mana. Kini sehebat apapun angin ujian, selama kita selalu berakarkan keimanan dan ketakwaan tak akan pernah mampu merusakkan jutaan pohon kebaikan yang telah kita tanam.

            Ujian ini mengingatkan kita hakikat pertumbuhan. Boleh jadi kesibukan kita mengagumi pertumbuhan pohon kebaikan yang semakin meninggi membuat kita alpa dari menyiram kembali akar ruhiyah kita. Wajar banyak buah yang berguguran. Daun yang kering kerontang. Akar mengurus  kekurangan hara.

Semoga hadirnya ujian ini mengingatkan kita tentang pentingnya sikap disiplin untuk menyirami akar. Hingga pohon yang daunnya menguning kini kembali menghijau. Menyejukkan hati siapapun yang memandangnya. Sesejuk akhlak kesantunan yang selalu dihadirkan dalam harungi detik-detik kehidupan kita selama ini.

Ujian ini menyatukan kita. Mengembalikan semangat kita untuk selalu berada dijalan dakwah ini.  Banyak yang menangis ketika menyaksikan taujih menyentuh dari qiyadah yang baru. Tangisan itu bukan tangisan bawang merah. Itu tangisan kesungguhan, karena bagi kita satu diuji, yang lainnya juga merasakan sakitnya ujian itu. Hadirnya ujian ini merekatkan ukhuwah kita. Menyemangati kembali langkah-langkah kita untuk membumikan dakwah ini.

Tidak ada komentar: