-->

searchbox



Sabtu, 22 Desember 2012

Cinta Dakwah, Cintai Keluarga

Suatu malam sehabis mengambil air wudhu untuk menunaikan Qiyamullail. Aku sempatkan menonton televisi melihat skor pertandingan perempat final yang mempertemukan Portugal dan Republik Chezka. Ternyata pertandingannya telah usai dan dimenangkan Portugal. Layar televisi menampilkan iklan-iklan komersil hingga pandangan mataku tertuju pada sebuah iklan sinetron berjudul “Air Mata Ibu”. Ada yang menarik dari iklan ini sehingga membuatku bertahan sejenak untuk menontonnya. Seorang ibu yang berprofesi sebagai Ustadzah sedang menyampaikan ceramah pada ibu-ibu pengajian. Dalam ceramahnya ustadzah ini menekankan kepada jemaahnya tentang bahaya minum-minuman keras. “ Sesungguhnya minuman keras itu haram hukumnya,  katanya berapi-api”. Para peserta tampak serius mendengarkan ceramah itu dan mengangguk-angguk tanda setuju. 


Diadegan lain anak sang Ustadzah sedang berpesta di sebuah bar. Alunan musik disco menghentak seisi ruangan. Para pengunjungnya termasuk anak sang Ustadzah larut dalam dzikir kemaksiatan itu. Minuman keras menjadi  menu sakral dalam perjamuan syetan itu. Semua pengunjung menenggak minuman keras termasuk anaknya sang Ustadzah. Singkat cerita anak Ustadzah pulang mengendarai mobilnya dalam kondisi mabuk berat. Dalam kondisi seperti itu dia tidak bisa menjaga keseimbangan kendaraannya dan akhirnya terjadilah tabrakan yang mengantarkan anak ustadzah ke rumah sakit. Saat terjadinya tabrakan itu, dalam waktu bersamaan Ustadzah tersentak kaget dan tasbih yang dipegangnya  terlepas. Seakan ada ketukan dahsyat dihatinya yang mengingatkannya pada anaknya. Firasatnya mengatakan ada sesuatu yang menakutkan terjadi pada putri semata wayangnya. Pada akhirnya iklan itu menceritakan suasana haru sang ustadzah melihat kondisi putrinya di rumah sakit. Semakin mendalam luka sang Ustadzah saat mengetahui penyebab terjadinya tabrakan itu adalah minuman keras yang memabukkan sang anak. Hal yang sangat ditekankannya untuk dihindari oleh para jemaah binaannya beberapa saat sebelumnya. Bahkan dia mengajak para peserta pengajian untuk mengingatkan anggota keluarganya agar menghindari minuman keras.

Sebuah iklan yang menghentak kesadaran kita akan pentingnya berdakwah dengan bermodalkan keteladanan. Mengingatkan kepada jiwa-jiwa kita tentang urgennya mendakwahi keluarga secara maksimal sebelum kita mendakwahi orang lain.

Mari kita simak kisah menggugah antara seorang anak kecil bersama Ibnu Mubarak berikut!

Di suatu malam, seorang anak tampak memperhatikan orang-orang mengumpulkan kayu bakar. Sebagian kayu bakar itu ditumpuk dan dinyalakan dengan api. Pandangan sang anak menyorot tajam pada  pemandangan kayu bakar yang sedikit demi sedikit terbakar oleh jilatan api. Tak lama kemudian diapun menangis setelah melihat bagaimana kayu-kayu bakar yang lain ditaruh satu persatu diantara kobaran api yang semakin lama semakin membesar. Mengapa engkau menangis nak?” tanya Ibnu Mubarak. Sang anak menjawab, “Aku teringat suasana api neraka, saat orang-orang berdosa menjadi bahan bakarnya”.

Kisah diatas semestinya bisa mengusap lembut hati kita tentang ketakutan  akan hebatnya siksaan neraka. Bahan bakar neraka itu adalah manusia durhaka dan batu. Kita tidak ingin keluarga kita menjadi bahan bakar api neraka lantaran aktivitas dosa yang dilakukannya. 

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan  bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
(Q.S. At Tahrim : 6)

Keluarga adalah orang terdekat dalam kehidupan kita. Mari sentuh mereka dengan nilai-nilai kebaikan. Jangan pernah lupakan mereka dalam doa-doa khusyukmu. Semoga Allah mengkaruniakan kepada mereka cahaya keimanan. Semoga kebersamaan kita bukan hanya di dunia ini saja, tapi juga di JannahNya kelak. Semoga kita bisa memelihara diri kita dan keluarga kita dari panasnya  siksa neraka.


Tidak ada komentar: